Minggu, 12 November 2017

Mengenal Lebih Dekat Kekuatan Perusahaan Jepang melalui Sistem Keiretsu

Gabungan perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh keluarga yang sama yang diwariskan secara turun temurun. Perusahaan keiretsu ini mengelola berbagai jenis usaha dimana antar perusahaan terkait memiliki kepilikan saham yang saling terkait meskipun bidang usaha antar perusahaan tersebut berbeda diantaranya menguasai bidang perbankan, manufaktur, hingga pada distribusi sera pemasok dengan perusahaan induk sebagai pemegang saham utama

 

Keiretsu muncul setelah adanya peristiwa penghapusan Zaibatsu pada era setelah perang dunia II. Dimana setelah perang dunia II ini sekutu membubarkan sistem perusahaan Zaibatsu yang dimiliki secara individu menjadi kepemilikan publik atau dapat menjadi milik rakyat lain secara luas.  Sekutu membubarkan sistem Zaibatsu ini untuk mendemokratisasikan perekonomian Jepang sehingga Jepang mau tidak mau membuat Undang-Undang yang mengharuskan adanya pembubaran perusahaan induk guna menjalankan sistem AntiMonopoli.
Menurut T.A Bisson (1954, p. 39) dalam Grabowiecki (2006, No413) pembubaran sistem Zaibatsu ini ditujukan untuk menciptakan kombinasi, dketerlibatan peralihan sistem ekonomi yang bebas, serta memberlakukan peraturran sistem ekonomi yang lebih dekat dengan ideologi dan pengalaman Amerika. Dengan demikian, sistem ekonomi dibuat demokratis namun memiliki  karakterisitik individu layaknya seperti Amerika
Setelah pembubaran Zaibatsu, Perekonomian Jepang melemah dan mengharuskan pemerintah Jepang mengambil langkah strategis guna mengatasi permasalahan ekonomi tersebut. Keputusan pemerintah Jepang saat itu yaitu membatasi Undang-Undang Antimonopoli yang diberlakukan sebelmunnya. Pada tahun 1953, perusahaan keuangan diizinkan untuk memiliki sampai 10% saham perusahaan non-keuangan yang beredar dan larangan untuk memegang saham perusahaan pesaing yang telah dieliminasi.
Pada tahun 1960-an inilah keiretsu mulai muncul dengan perintisnya yaitu perusahaan Zaibatsu sebelumnya yaitu Mitsui, Mitsubishi, dan Sumitomo.



Sekelompok perusahaan sangat besar dengan menajalin suatu hubungan demi tercapainya sebuah bank yang kuat, melalui kepemilikan saham bersama, hubungan dagang, dan sebagainya.
Keiretsu horizontal merupakan pengelompokan dari ratusan perusahaan raksasa dengan intinya adalah enam buah bank yaitu Sakura bank (Mitsui), Mitsubishi bank, Sumitomo bank, Fuji bank (Yasuda), Sanwa bank, dan Dai ichi kangyo bank (DKB). Keenam bank tersebut dikenal dengan nama Roku Dai Kigyo atau The Big Six. Masing-masing bank tersebut diatas dikelilingi oleh lembaga keuangan lainnya yaitu perusahaan asuransi, perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur.


Menurut Elfiky (2007), Perusahaan keiretsu mengelola berbagai usaha dan shogo shosha. Ia menguasai industri perbankan dan beberapa perusahaan raksasa. Semua dirangkum dalam satu kumpulan perusahaan induk sebagai pemegang saham terbesar. Operassi usaha dan perdagangan keiretsu meluas hingga luar negeri
Pada awalnya perusahaan-perusahaan mitsubishi merupakan sebuah perusahaan perkapalan yang didirikan oleh Iwasaki Yataro pada tahun 1870. Kemudian perusahaan tersebut memasuki bidang pertambangan, pabrik besi baja, bank, kertas, dsb. Keterlibatan mitsubishi dalam bidang-bidang tersebut dilakukan melalui anak perusahaan dan juga rekan perusahaan demi memperlancar dan memperluas operasi dagang mereka. Perusahaan itu membentuk satu gabungan dan serikat dagang yang disebut keiretsu.
Sumber: http://www.unc.edu/~nielsen/soci410/nm5/m14.htm

Meskipun perusahaan dimiliki oleh keluaga dalam sebagian keiretsu, terdapat pemisahan antara pihak pemilik dan pengelola. Mitsubishi merupakan perusahaan yang menggunakan sistem pemissahan yang jelas antara kedua elemen pentinng tersebut. Sejak mitsubishi didirikan keluarga pemilik tidak mencampuri urusan yang berkatan dengan pengelolaan. Itu sudah hal langka dan bertentangan dengan prinsip pengelolaan dan pengoperasian perusahaan. Meskipun demikian, dalam kebanyakan perusahaan keiretsu keluarga pemilik menguasai jabatan tertinggi sehingga tidak ada pemisahan antara pihak pemilik dan pihak pengelola.


Sumber : http://undervaluedjapan.blogspot.co.id/2014/11/the-j-system-part-two-keiretsu.html

Pada struktur perusahaan Mitsubishi dapat dilihat bahwa induk dari mitsubishi yaitu Mitsubishi Bank, Heavy Industries, dan Mitsubishi Corp. yang kemudian dari tiga induk tersebut membentuk anak perusahaan lain yang bergerak diberbagai bidang seperti elektronik, pertambangan, otomotif, kontruksi, jasa keuangan lainnya, dan lain sebagainya. Keseluruhan bidang yang diambil Mitsubishi ini tetap dipimpin oleh satu pemilik utama yaitu Keluarga Keiretsu Mitsubishi sendiri. Dimana bank mitsubishi ini merupakan salah satu sumber pendanaan bagi kelompok keiretsu mitsubishi.


Vertical keiretsu merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari satu perusahaan yang sangat besar dan ratusan atau ribuan perusahaan kecil yang mengikuti perusahaan besar tersebut.
Jakartaconsulting.com (2014) mengatakan bahwa keiretsu vertical merupakan kumpulan kelompok-kelompok industri yang ada mengikat hubungan dengan perusahaan-perusahaan perakitan, pemasok bahan baku, pedagang besar, dan retailer. Keiretsu vertikal ini biasanya berpusat pada satu perusahaan utama. Perusahaan ini mengendalikan perusahaan-perusahaan lain yang terikat dalam keiretsu. Perusahaan utama menginvestasikan sejumlah modal, mentransfer teknologi, dan menyediakan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang lebih kecil dengan tujuan mendapatkan sumber daya atau produk tertentu. 
Sedangkan menurut Grabowiecki (2006, No. 413) keiretsu vertikal memimiliki struktur kepemilikan saham berbentuk piramida dan bersifat personil transfer. personil transfer ini berupa dari perusahaan inti untuk pemasok lapis, dari tingkat pertama menuju tingkat kedua.
Berbeda dengan keiretsu horizontal, dalam keiretsu vertikal ini sistem yang diterapkan lebih ketat pada setiap piramidanya dimana perusahaan induk menjadi pengendali inti yang kemudian dari inti ini akan memegang kendali anak perusahaan lain, dari anak perusahaan ini masih memegang kendali pada anak perusahaan lapis lainnya. Keiretsu vertikal ini sangat terlihat pada sistem spesialisasi cabang yang tinggi dan terkonsentrasi. Perusahaan yang menerapkan sistem keiretsu vertikal ini mayritas merupakan perusahaan manufaktur seperti, toyota, honda, toshiba atau hitachi.
Pemasok utama dalam sistem keiretsu ini biasanya merupakan spin-off (pemisahan) dari perusahaan utama pada awalnya, yang kemudian membentuk sub pemasok lagi pada tingkat di bawahnya. Sistem ini pada akhirnya akan membentuk suatu jaringan rantai pasok (supply chain) yang canggih yang bersifat jangka panjang, dan biasanya akan saling mengisi ketika salah satu rantainya tidak berfungsi atau kolaps karena sesuatu hal.
Keiretsu horizontal ini dapat ditandai dengan adanya bisnis yang menyebar pada berbagai sektor manufaktur dan mayoritas keiretsu perusahaan jepang ini pada industri otomotif dn elektronik yang memiliki ratusan bahkan hingga ribuan mata rantai perusahaan. Sehingga apabila sebuah perusahaan keiretsu vertikal ini hendak masuk ke suatu negara maka Ia tidak hanya membawa bisnis utamanya tapi juga membawa serta perusahaan lainnya yang tersubordinasi atau yang menjadi pendukung bisnis utamanya tersebut.

Sumber : https://www.linkedin.com/pulse/keiretsu-system-japans-automobile-industry-really-losing-heinz-oyrer
Toyota, pada sistem piramida keiretsu horizontal, Toyota memiliki tiga lapis dimana lapisan pertama terdapat 10 perusahaan utama yang bergerak dibidang manufacturing dan 2 perusahaan utama yang bergerak dibidang nonmanufacturing.
Pada lapis kedua dalam piramida Toyota terdapat 248 perusahaan yang terbagi kedalam 2 grup pembuat komponen. Masing-masing adalah kyoho-kai (Toyota cooperative association), yang  terdiri dari 183 perusahaan dan kemudian Eiho-kai (Toyota Prosperity  Association), yang terdiri dari 65 perusahaan (Fahmi : 2008 dalam blogspot.co.id).
Lapis terakhir yaitu lapis ketiga terdapat beberapa tingkatan perusahaan dalam urutan hirarki, yang masing-masing terdiri dari berbagai macam perusahaan yang tidak dipublikasikan oleh Toyota. Selain itu Toyota masih memiliki jaringan distribusi yang mencapai 4.750 perusahaan.
Meskipun Toyota merupakan keiretsu besar bukan berarti Toyota tidak memiliki hambatan atau masalah. Seperti yang dilansir bisnis lounge journal, pada Januari 2016 lalu Toyota mengalami pemberhentian produksi karena adanya peristiwa terbakarnya Aiche Steel Corp yang merupakan bagian dari Toyota yang dikhususkan untuk menyuplai spare parts untuk suku cadang mobil termasuk mesin, transmisi, dan sasis. Dimana Toyota menerapkan sistem Just In Time ada persediannya. Hal ini menyebabkan pasokan bahan baku Toyota macet dan tidak memproduksi selama beberapa waktu dan Toyota harus menderita kerugian yang cukup besar atas adnaya peristiwa ini dimana tidak ada produksi normal yaitu13.600 unit yang dilakukan Toyota hingga keputusan atas peristiwa tersebut diambil.
Langkah yang diambil Toyota adalah meminta Aichi Steel untuk menghasilkan spare parts dengan cara alternatif termasuk memesan baja khusus dari produsen lainnya. Hasilnya, Toyota mampu berproduksi secara normal hingga 6 Februai dengan pesediaan yang dimiliki serta bantuan dari pemasok yang masuk dalam kelompok keiretsu Toyota. Setelah adanya bantuan dari pemasok yang memiliki huungan erat dengan kelompok keiretsu.

Adanya peristiwa ini menggambarkan bahwa adanya masalah pada piramida kedua dalam suatu perusahaan Keiretsu dapat mempengaruhi fungsi perusahan pada tingkatan piramida lainnya. Sehingga mengganggu operasional perusahaan keiretsu itu sendiri, suatu perusahaan keiretsu yang terganggu operasionalnya akan memberikan dampak besar pada perekonomian negara darimana perusahaan tersebut berasal. Seperti yang terjadi pada Toyota diatas, berhentinya operasional Toyota memperlambat perekonomian Jepang sebesar 0,1%. (Budiharjo 2009 dalam wordpress.com).


Keiretsu merupakan sistem konglomerasi bisnis yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan besar Jepang dimana perusahaan memiliki satu induk dengan kepemilikannya masih memiliki hubunga keluarga. Dalam keiretsu ini bisnis yang digeluti pelaku keiretsu berada dalam berbagai bidang, berbagai tingkatan dan bisa saling terkait maupun tidak.
Dalam keiretsu horizontal, prusahaan biasanya memiliki induk berupa bank besar yang bersungsi mendanai bisnis-bisnis lainnya yang masih termasuk dalam kelompok keiretsu.
sedangkan dalam keiretsu vertikal lebih mengacu pada sistem konglomerasi dari mulai pemasok (hulu) hingga perusahaan lain dalam bentuk distributor (hilir) membentuk suatu kelompok keiretsu yang fungsinya mendukung bisns satu sama lain dalam kelompok keiretsu tersebut.

Grabowiecki, Jerzy. (2006). Keiretsu Group : Their Role in the Japanese Economy and a Reference Point (or a paradigm) for Other Countries. Institute of Developing Economic Japan External Trade Organization, VRF Series No. 413. Japan: IDE-JETRO
Elfiky, Ibrahim. 2007. Rahasia Bisnis Orang Jepang. Penerbit Hikmah (PT Mizan Publika): Jakarta
Fahmi. 2008. “Keiretsu Jepang”. Dalam http://alhidayahku.blogspot.co.id/2008/04/keiretsu-jepang.html. (Diakses pada Sabtu, 11 November 2017 pukul 13:45 WIB)
Bisnis Lounge Journal. 2016. “Minggu Depan, Pabrik Toyota akan Berhendti Beroperasi di Jepang”. Dalam http://blj.co.id/2016/02/01/minggu-depan-pabrik-mobil-toyota-akan-berhenti-beroperasi-di-jepang/. (Diakses pada Sabtu, 11 November 2017 pukul 14:32 WIB)
Budiharjo, Imam. 2009. “Dari Keiretu ke Pertumbuhan Ekonomi”. (Diakses pada Sabtu, 11 November 2017 pukul 10:10 WIB)
Anonim. 2016. “Crisis and Achievment”. Dalam http://crisissome.blogspot.co.id/2016/03/houses-of-mitsui-and-mitsubishi.html. (Diakses pada Jumat, 10 November 2017 pukul 11:40 WIB)
The Jakarta Consulting Group. 2014. “Diantara Dua Kubu”. Dalam http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/business-transformation/diantara-dua-kubu. (Diakses pada Sabtu, 11 November 2017 pukul 09:50 WIB)
Anonim. 1999. “Interorganizational Relationships”. Dalam http://www.unc.edu/~nielsen/soci410/nm5/m14.htm. (Diakses pada Minggu, 12 November 2017 pukul 09:35 WIB)
Undervaluejapan. 2014. “The J-System (Part Two)- Keiretsu”. Dalam http://undervaluedjapan.blogspot.co.id/2014/11/the-j-system-part-two-keiretsu.html. (Diakses pada Sabtu, 11 November 2017 pukul 13:45)
Oyner, Heinz. 2016. “Is The System Keiretsu Japan’s Automobile Industry Really Losing Importance”. Dalam https://www.linkedin.com/pulse/keiretsu-system-japans-automobile-industry-really-losing-heinz-oyrer. (Diakses pada Minggu, 12 November pukul 13:40 WIB)



1 komentar:

 
economics blogs Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template